Puan Soroti Ketimpangan Pendidikan, Serukan Aksi Nyata untuk Pemerataan
02/05/2025 : 18.00 WIB
Jakarta, 2 Mei 2025 — Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini membawa pesan yang kuat dan menyentuh: pemerataan akses pendidikan masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Dalam pidatonya di Gedung DPR RI, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani, menegaskan bahwa peringatan Hardiknas bukan sekadar seremoni, tetapi momentum reflektif untuk mengevaluasi kondisi pendidikan, terutama kesenjangan antara daerah maju dan tertinggal.
Dalam sambutannya, Puan menyoroti fakta bahwa masih banyak anak-anak di pelosok negeri yang harus menempuh jarak jauh untuk sampai ke sekolah, bahkan tanpa fasilitas dasar seperti listrik, internet, atau guru tetap. Ia menegaskan bahwa kemajuan teknologi dan digitalisasi pendidikan belum merata. “Kita tidak bisa bicara tentang transformasi pendidikan kalau belum semua anak mendapat hak yang sama untuk belajar,” ujarnya tegas.
Puan juga mengapresiasi berbagai inisiatif pemerintah dan masyarakat, termasuk sekolah-sekolah berbasis komunitas, program relawan guru, dan pemanfaatan platform digital. Namun, ia mengingatkan bahwa program-program ini perlu dikuatkan dengan kebijakan jangka panjang dan komitmen anggaran yang berpihak pada kelompok yang paling tertinggal. “Keadilan pendidikan harus dimulai dari kebijakan yang berpihak,” tambahnya.
Selain pidato Ketua DPR, peringatan Hardiknas juga diwarnai oleh berbagai aksi simbolik di seluruh Indonesia, mulai dari upacara bendera di sekolah-sekolah terpencil, hingga diskusi publik tentang ketimpangan pendidikan. Di Yogyakarta, mahasiswa menggelar forum terbuka bertema “Sekolah untuk Semua”, sementara di Papua Barat, para guru honorer menyerahkan petisi kepada pemerintah daerah untuk meminta penguatan dukungan fasilitas pendidikan.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan komitmennya untuk memperluas program-program afirmatif, seperti tunjangan khusus untuk guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), serta percepatan pembangunan infrastruktur sekolah. Menteri Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa tahun 2025 menjadi tahun konsolidasi untuk “menghapus titik buta pendidikan” di berbagai wilayah Indonesia.
Peringatan Hardiknas 2025 menegaskan bahwa perjuangan di bidang pendidikan belum selesai. Ketimpangan yang masih nyata harus dihadapi dengan langkah konkret dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Dengan semangat Ki Hajar Dewantara sebagai pijakan, pendidikan di Indonesia diharapkan dapat benar-benar menjadi hak bagi semua, bukan hanya bagi yang beruntung.
Joko Susanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini.