Pramuka: Pilar Pembentukan Karakter di Tengah Krisis Nilai
03/04/2024 : 08.00 WIB
Di tengah gelombang revolusi digital yang berlangsung cepat—mulai dari kemajuan teknologi, arus informasi yang tak terbendung, hingga perubahan pola interaksi sosial—pendidikan karakter menjadi fondasi penting yang harus diperkuat. Dalam konteks ini, Gerakan Pramuka hadir sebagai mitra strategis dalam membangun kepribadian peserta didik—peran yang tidak sepenuhnya dapat diemban oleh pendidikan akademik formal.
Sebagai bentuk pendidikan nonformal di luar ruang kelas, Gerakan Pramuka tidak hanya mengajarkan keterampilan praktis atau bertahan di alam terbuka. Lebih dari itu, Pramuka menjadi wadah pembentukan karakter, tempat peserta didik mengalami langsung proses belajar yang menanamkan tanggung jawab, kepemimpinan, dan kemandirian. Melalui pendekatan learning by doing, para anggota diajak memahami nilai-nilai moral dan sosial melalui tindakan nyata, bukan sekadar melalui teori atau ceramah.
Metode sistem among, yang menjadi ciri khas dalam pembinaan Pramuka, menempatkan pembina sebagai panutan yang membimbing dengan keteladanan dan kedekatan emosional. Peserta didik diperlakukan sebagai subjek aktif yang berkembang melalui keterlibatan langsung dalam proses pendidikan. Prinsip-prinsip seperti Tri Satya dan Dasa Dharma tidak sekadar dihafal, melainkan menjadi pedoman hidup yang diasah secara berkelanjutan melalui berbagai aktivitas dan pengalaman.
Kegiatan kepramukaan—seperti perkemahan, bakti sosial, ekspedisi alam, hingga pelatihan kepemimpinan—disusun secara sistematis untuk membentuk pribadi yang tangguh dan adaptif. Peserta tidak hanya diajarkan bagaimana bertahan di alam terbuka, tetapi juga dibina untuk menghadapi tantangan kehidupan sosial: bekerja sama, berpikir kritis, memimpin, dan menyelesaikan masalah secara kreatif.
Filosofi dasar Pramuka sejalan dengan nilai-nilai utama dalam Profil Pelajar Pancasila, seperti gotong royong, kemandirian, dan bernalar kritis. Dalam lingkungan yang inklusif dan suportif, peserta didik diberi ruang untuk menggali potensi diri secara otentik. Gerakan Pramuka pun mengaktualisasikan ajaran Ki Hajar Dewantara secara utuh—menjadi pemimpin yang memberi teladan, membangkitkan semangat dari tengah, dan mendorong dari belakang tanpa memaksakan dominasi.
Meski demikian, berbagai tantangan masih dihadapi. Salah satunya adalah keterbatasan jumlah pembina yang memiliki kompetensi pedagogis dan pemahaman mendalam tentang kepramukaan. Banyak sekolah juga belum mampu menyelenggarakan kegiatan Pramuka secara optimal karena keterbatasan sumber daya dan fasilitas. Di sisi lain, masih terdapat anggapan bahwa Pramuka adalah aktivitas kuno yang kurang relevan dengan kebutuhan dan minat generasi digital saat ini.
Untuk itu, transformasi dan inovasi dalam penyelenggaraan kegiatan Pramuka menjadi hal yang sangat mendesak. Gerakan Pramuka perlu merespons zaman dengan pendekatan yang lebih kreatif dan kontekstual agar tetap menarik dan bermakna bagi peserta didik masa kini. Pemerintah, khususnya Kemendikbudristek, diharapkan hadir aktif melalui penguatan pelatihan pembina, penyediaan sarana dan prasarana, serta integrasi Pramuka dalam program penguatan karakter di sekolah.
Sinergi antara Kwartir, komunitas lokal, dan berbagai elemen masyarakat menjadi faktor kunci dalam membangun kembali Gerakan Pramuka sebagai kekuatan pendidikan karakter yang kokoh, relevan, dan membumi. Dengan kerja sama yang solid, Pramuka dapat berkembang sebagai gerakan yang tidak hanya mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa, tetapi juga mempersiapkan generasi yang adaptif menghadapi masa depan.
Di tengah krisis keteladanan dan melemahnya nilai-nilai kebangsaan, Gerakan Pramuka tidak boleh dipandang sekadar sebagai kegiatan tambahan. Ia adalah tiang penyangga moral bangsa yang menumbuhkan semangat nasionalisme, kemanusiaan, dan kepemimpinan. Bila dikelola dengan visi kuat dan komitmen berkelanjutan, Pramuka mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berintegritas tinggi, berdaya saing global, dan tetap berpijak pada nilai-nilai luhur kebangsaan.
Suhas Caryono berkontribusi dalam penulisan artikel ini.