Hari Aksara Internasional: Literasi sebagai Kunci Keadilan Pendidikan
23/09/2024 : 18.00 WIB
Semarang, 23 September 2024 – Peringatan Hari Aksara Internasional pada 23 September 2024 di Kota Semarang menjadi momentum penting untuk menyoroti isu literasi sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang bersama pemangku kepentingan pendidikan menyelenggarakan serangkaian kegiatan edukatif dan reflektif, yang menekankan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi merupakan fondasi utama dalam membangun masyarakat yang adil, setara, dan berdaya.
Dalam sambutannya, Kepala BPS Kota Semarang menegaskan bahwa literasi adalah pintu masuk bagi setiap individu untuk memahami dunia, mengekspresikan diri, dan mengambil bagian dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Namun, tantangan literasi di Indonesia masih besar. Meskipun angka melek huruf secara nasional terus meningkat, kesenjangan antarwilayah dan kelompok sosial masih menjadi persoalan serius. “Kita tidak bisa hanya puas dengan data angka. Literasi harus dimaknai sebagai akses terhadap informasi bermakna dan kemampuan berpikir kritis,” ujarnya.
Peringatan ini juga membahas tantangan pendidikan yang memperlebar jurang literasi, terutama di era digital. Kesenjangan akses teknologi, kurangnya bahan bacaan yang berkualitas, serta minimnya pelatihan guru dalam pendekatan literasi menjadi hambatan utama. Banyak peserta didik, terutama di daerah tertinggal, masih belum mendapatkan pembelajaran yang mendorong keterampilan membaca untuk memahami, bukan sekadar membaca untuk mengeja. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan.
Sejumlah kegiatan digelar dalam peringatan ini, antara lain diskusi panel, pameran buku literasi lokal, serta lomba menulis untuk siswa dan komunitas literasi. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran publik bahwa gerakan literasi harus melibatkan semua pihak—pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat luas. Literasi bukan hanya urusan sekolah, tetapi tanggung jawab kolektif demi menciptakan warga negara yang sadar hak dan kewajibannya.
Para pemerhati pendidikan di Semarang menekankan bahwa strategi peningkatan literasi harus dimulai sejak usia dini dan dilakukan secara konsisten. Kurikulum sekolah perlu disesuaikan agar tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi juga pada pengembangan kemampuan berpikir reflektif dan analitis. Selain itu, akses terhadap perpustakaan sekolah yang memadai dan ruang baca publik yang inklusif juga menjadi aspek penting yang tak boleh diabaikan dalam pembangunan infrastruktur pendidikan.
Peringatan Hari Aksara Internasional di Kota Semarang ini menjadi pengingat bahwa literasi adalah jantung dari pembangunan berkelanjutan. Literasi bukan sekadar program, melainkan bagian dari perjuangan untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, kritis, dan berkeadilan. Jika Indonesia ingin mewujudkan generasi emas di masa depan, maka investasi pada literasi hari ini adalah harga yang tak bisa ditawar.
Suci Sulasmi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.