Rendahnya Literasi Digital Jadi Tantangan Pembelajaran Daring di Indonesia
09/09/2024 : 18.00 WIB
Jakarta, 9 September 2024 – Tingkat literasi digital di Indonesia masih tergolong rendah, hanya mencapai 62% berdasarkan data terbaru per 9 September 2024. Angka ini menunjukkan ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan rata-rata literasi digital negara-negara ASEAN yang telah mencapai 70%. Kondisi ini menjadi sorotan serius di tengah era digitalisasi pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran daring yang kian masif pascapandemi.
Literasi digital mencakup kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami, menilai, dan memanfaatkan informasi digital secara bijak dan bertanggung jawab. Rendahnya tingkat literasi ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengalami kesulitan dalam menggunakan teknologi secara optimal untuk kegiatan belajar, bekerja, maupun berinteraksi sosial. Hal ini menjadi hambatan besar, terutama bagi peserta didik dan tenaga pengajar yang bergantung pada teknologi digital dalam proses pendidikan.
Pakar pendidikan dan teknologi menilai bahwa literasi digital yang rendah tidak hanya berdampak pada efektivitas pembelajaran daring, tetapi juga meningkatkan risiko penyalahgunaan teknologi. Mulai dari penyebaran hoaks, kecanduan gawai, hingga pelanggaran etika digital menjadi dampak turunan yang semakin mengkhawatirkan. Tanpa kemampuan memilah informasi dan memahami etika dunia maya, generasi muda akan mudah terseret dalam arus negatif digitalisasi.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menggulirkan berbagai program pelatihan literasi digital. Namun, capaian program tersebut masih belum merata, terutama di wilayah perdesaan dan daerah tertinggal. Akses infrastruktur yang terbatas, minimnya pelatihan guru, serta kurangnya kesadaran orang tua menjadi faktor utama yang menghambat peningkatan literasi digital secara nasional.
Sejumlah inisiatif lokal, seperti pelatihan digital berbasis komunitas, perpustakaan digital keliling, dan sekolah berbasis teknologi mulai bermunculan dan memberikan dampak positif. Meski demikian, upaya tersebut masih sporadis dan memerlukan dukungan kebijakan yang lebih menyeluruh serta anggaran yang memadai dari pemerintah pusat. Kolaborasi antara sekolah, komunitas, sektor swasta, dan lembaga non-profit juga dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Rendahnya tingkat literasi digital di Indonesia menjadi alarm bahwa transformasi digital di sektor pendidikan tidak cukup hanya dengan penyediaan perangkat dan jaringan. Lebih dari itu, dibutuhkan penguatan kapasitas manusia dalam memahami dan menggunakan teknologi secara kritis dan produktif. Literasi digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan yang harus ditanamkan sejak dini agar Indonesia tidak tertinggal dalam arus globalisasi digital.
Mujid Aminuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.